“Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu…” (Al-An’aam:165).
Ada banyak rumus dan jurus bagi sebuah kepemimpinan ideal. Juga ada sejumlah contoh, dari Timur dan Barat, dari masa silam dan masa kini. Dari kitab suci hingga Machiavelli. Masalahnya adalah, selalu, tak mudah menemu-wujud sang ideal. Sejarah selalu memberikan “yang lebih ini, tapi kurang itu.”
Ada yang percaya bahwa pemimpin itu “dilahirkan.” Ada juga yang percaya bahwa ia bisa “diciptakan” oleh sebuah sistem. Maka, ada jenis pemimpin yang “kharismatis” dan ada yang “pragmatis.” Pemimpin kharismatis sering muncul dari sebuah krisis. Mereka dilahirkan oleh sebuah momentum, oleh sebuah panggung —yang hanya tercipta saat itu— yang mendadak terhampar di depan, atau harus direbut dengan sedikit ambisi. Momen itu tak akan berulang hingga siklusnya datang.
Tetapi, di sebuah tatanan yang disebut “demokrasi,” pemimpin bisa juga datang, tidak hanya karena kepandaian dan pengalamannya, melainkan juga karena pundi-pundi uangnya (atau sponsornya). Rakyat pun digiring untuk memilih “yang bayar,” bukan yang siap melayani dan mengayomi.
Maka, yang terjadi sesudah itu adalah: bersama kita kecewa.
Maka, menjadi pemimpin yang baik, sama sulitnya dengan mencari pemimpin yang baik.
Tetapi, kita tahu, atau berharap: seorang pemimpin yang baik adalah yang bisa menegakkan keadilan, menyejahterakan rakyatnya, serta mengangkat harkat dan martabat bangsanya.
***
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu… (An-Nisa: 58).
***
Presiden SBY mengemukakan, ada 10 kriteria untuk bisa menjadi bangsa terhormat dan bermartabat: jumlah penduduk miskin sedikit, kehidupan aman dan tertib, ada demokrasi dan kebebasan, ekonomi berkelanjutan dan tidak terjerat utang yang tinggi, pemerintahan baik dan tidak korup, lingkungan terjaga, pendidikan maju, masyarakat sehat, olahraga berprestasi, dan aktif dalam percaturan internasional.
Sedangkan untuk menjadi bangsa yang lebih mandiri, SBY menyebut enam kriteria: tidak bergantung pada utang absolut, dapat menyediakan pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan sendiri, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Artinya, jika kita hendak menjadi bangsa yang bermartabat dan mandiri, kita memerlukan seorang pemimpin yang memiliki kemampuan untuk memenuhi ke-16 kriteria tersebut. Jika tidak, maka kita belum bisa beranjak dari posisi sebagai bangsa dan negara gagal. Amsalnya: ”Dulu kita hanya bisa makan tempe, sekarang makan tempe pun tidak bisa...”
***
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. (Shaad: 26).
my spiritual journey
-
Berbicara tentangmu dan keindahanmu memang tiada duanya. Selalu saja ga
bisa berkata-kata dan selalu saja ingin kembali untuk ada disana.. dan
tentu saja...
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar