Selamat Datang

Terima kasih anda telah mengunjungi blog ini

Selasa, Juli 22, 2008

Eksperimen dalam demokrasi di perusahaan dapat membantu peningkatan penjualan


Seorang konsumen ingin Starbucks membuat es batu kotak dari kopi, sehingga tidak mengencerkan minuman ketika mencair. Rupanya, 7.660 pelanggan sependapat. Konsumen lain ingin jaringan itu memasang rak di toilet-toiletnya. (Di mana lagi kita bisa Starbucksmenaruh gelas kalau sudah terlalu banyak minum?) meski beberapa pelanggan mengaku merasa jijik, Starbucks menganggap “ide terpendam” itu patut dipertimbangkan. Sementera itu, lebih dari 10.000 penggemar kedai kopi tersebut berharap ada sesuatu yang bisa menyumbat lubang di tutup gelas agar minuman tidak mudah tumpah. Untuk itu, Starbucks memperkenalkan “splash stick” yang dapat dipakai ulang.

Itulah buah dari aksi demokrasi perusahaan di MyStarbucksIdea.com yang baru beroperasi sebulan. Para pelanggan dapat mengajukan saran sementara orang-orang lain memberi dukungan dan mendiskusikannya. Dari situ, Starbucks bisa melihat ide mana saja yang banyak di dukung.

Langkah ini penting dalam upya Howar Schultz-yang Januari lalu kembali menduduki kursi CEO- membangkitkan kembali perusahaannya. Lelaki itu mengikuti jejak Michael Dell yang setahun sebelumnya meluncurkan IdeaStorm.com guna menggali ide dari pelanggan- dan mewujudkannya. Dell telah menerapkan banyak saran, termasuk memperkenalkan komputer-komputer bersistem operasional Linux.

Kedua perusahaan memakai peranti lunak “Ideas” dari Salesforce.com untuk mencari tahu apa yang dimaui pelanggan. “ini seperti kelompok fokus, tapi tidak pernah berakhir, “ kata Marc Benioff, Chairman dan CEO Salesforce.

Schultz berniat memakai Ideas untuk mengubah perusahaannya melalui konsep yang ia sebut sebagai “budaya melihat”. Chris Bruzzo, Chief Technology Officer Starbucks yang menyelia MyStarbucksIdea, menambahkan: “ia juga berfungsi membuka dialog dengan pelanggan dan membangun kekuatan di dalam perusahaan.” Menurutnya, Starbucks “berdiri di atas pundak (Dell),” sehingga bisa melihat lebih jauh ke depan. (Dell memang membagikan pengalam mereka kepada Schultz).

Pemimpin Starbucks melengkapi konsep awal dengan “mitra ide”. Sebanyak 48 pegawai dilatih khusus untuk bertindak sebagai pemandu diskusi. Tanpa mereka, menurut Bruzzo, obrolan bisa mengintimidasi pendatang baru. “mereka bertugas seperti orang-orang yang memastikan semua tamu pesta makan malam merasa senang.”

Para mitra ide juga bertindak sebagai pendukung saran-saran pelanggan di departemen masing-masing. Dengan begitu, “Pelanggan akan punya suara dalam rapat-rapat yang mengambil keputusan terkait produk,” ujar Bruzzo. Menurutnya, untuk menutup proses ini dengan cara yang autentik, perusahaan harus berkomitmen “membangun ide-ide tersebut bersama para pelanggan. Kami benar-benar akan berusaha mengadopsinya dalam proses bisnis, pengembangan porduk, peningkatan pengalaman belanja, dan desain toko.”

Para mitra ide menganggap komentar-komentar yang diajukan secara online sebagai laboratorium. Mereka mengembalikan ide-ide tersebut dengan memberi tahu para pelanggan apa yang sudah dicoba dan gagal. Misalnya, beberapa pelanggan ingin antrean yang lebih pendek untuk pesanan sajian kopi panas seperti espresso. Menurut mereka, untuk brewed coffeee, waktu memesan lebih lama dibanding waktu pembuatan dan meminumnya. Tetapi, mitra ide mengatakan gagasan tersebut tidak praktis untuk layout gerai. “kalau gagal, “kata Bruzzo, “mestinya para pelanggan yang ada di MyStarbucksIdea ikut bertanggung jawab.” Entah ide itu akan diterima atau tidak. Sejauh ini, para pelanggan mendapatkan kepuasan dari partisipasi mereka. Tidak ada bayaran atau imbalan lain.

Hal paling mencolok menyangkut percakapan di MyStarbucksIdea adalah sifatnya yang membangun. Satu ide yang telah menarik banyak dukungan adalah memasukkan pesanan reguler seorang pelanggan ke kartu Starbucks. Ia cukup menggesek kartunya saat datang ke gerai untuk memasukkan pesanan dan membayar. Jadi, ia tak perlu antre dan proses ini mengurangi panjang antrean. Saran lain meminta Starbucks membuka layanan pesanan lewat telepon atau internet. Pada intinya, para pelanggan ingin memberi tahu perusahaan bahwa mereka kesal dengan antrean yang panjang. Tetapi, mereka tidak muncul secara online sekadar untuk mengeluh. Sebaliknya, mereka justru ikut menawarkan solusi.

Starbucks terus berusaha mewujudkan transparansi yang sejati. Dalam diskusi online yang membahas ide untuk kartu Starbucks tadi, salah seorang mitra ide menulis bahwa ia tengah mengerjakan sesuatu yang “rahasia” dibidang itu, tapi belum bisa mengungkapkannya. Jika Starbucks benar-benar berniat memberi pelanggan kursi di meja rapat, bukankah mestinya diskusi bersifat kolaboratif dan terbuka? “saya rasa, ini mengubah dan memperluas pandangan kami akan kerahasiaan dan daya saing,” ujar Bruzzo.

Ia menyarankan perusahan-perusahaan lain mengikuti contoh Starbucks dalam memanfaatkan ideas. “jangan tanggung-tanggung memakainya dalam proses bisnis, “katanya. “pandanglah itu sebagai bagian penting dari cara Anda menjalankan bisnis.” Ia juga mengatakan, tak apa jika ternyata dalam prosesnya muncul kesalahan. “komunitas sangat pemaaf bilamana Anda menunjukkan perhatian yang tulus untuk mendengar dan menanggapi.” Tampaknya, pelanggan bisa juga menjadi bos yang hebat.
Oleh Jeff Jarvis, BusinessWeek 14 Mei 2008

Tidak ada komentar: